Kisah Si Kembar Eva Evi Berjualan Kerupuk Hingga Larut Malam: Demi Beli Paket Data
Dua anak kembar Eva Kembar Arum (14) dan Evi Kembar Sekti (14) berjalan sambil menenteng dagangan kerupuk kulit di malam hari.
Di depan sebuah rumah di Jalan Anggrek Rosliana, Kemanggisan, Jakarta Barat, langkah kaki kedua anak kecil itu terhenti.
Mereka kemudian duduk dan meletakkan satu kantong plastik merah dan satu keranjang berisi kerupuk kulit di tepi jalan itu. Kedua anak itu pun mulai menjajakan dagangannya.
Wajah mereka sesekali tersorot lampu kendaraan yang melintas di hadapannya.
Kedua anak tersebut dengan polos mengaku tidak takut terserempet atau tertabrak kendaraan yang melaju cukup kencang di jalan itu.
Padahal Evi pernah terserempet mobil yang melintas hingga keranjang berisi kerupuk berjatuhan.
Berjualan kerupuk kulit sudah dilakukan mereka sejak lama sekira duduk dibangku kelas tiga Sekolah Dasar (SD). Sebelum sekolah mereka bahkan pernah menjadi pemulung.
Dari rumahnya di Jalan Anggrek Neli Murni, mereka berjalan kaki menuju Jalan Anggrek Rosliana ketika sore berganti malam dan kembali pulang berjalan kaki pukul 23.00 WIB.
Pagi hari biasanya mereka belajar di rumah kemudian siang hari menjaga adiknya.
Menjelang sore, mereka bersiap untuk berjualan kerupuk yang dijual Rp 15 ribu per bungkus di jalanan.
Eva Evi berjualan demi membantu orangtuanya yang berpenghasilan pas-pasan.
Keluarga mereka masih dibelit kemiskinan. Bapak dan ibunya mencari sesuap nasi hanya sebagai penjual minuman di halte.
Itupun demi meraup penghasilan, kedua orangtuanya sering kejar-kejaran dengan petugas satpol pp. Baru-baru ini, cerita Evi, termos dan bangkunya raib disita petugas.
Belum lagi, banyak orang yang utang minuman kepada mereka.
Semenjak belajar di rumah karena pandemi Covid-19, kedua anak kembar itu juga harus bekerja untuk membeli kuota internet demi bisa belajar lewat ponsel.
Sebab, bila tidak ada uang, mereka pasti tidak bisa belajar karena tidak bisa membeli kuota internet.
Keluarga mereka hanya memiliki dua ponsel. Satu ponsel dipegang bapaknya dan lainnya dipegang kakaknya.
Namun, kedua ponsel itu tidak memiliki kuota lantaran belum bisa diisi.
Kedua anak yang kini duduk di bangku kelas 6 SD Kemanggisan 01 tersebut kerapkali tidak mengerjakan tugas lewat aplikasi.
"Kalau lagi laris nanti bisa beli kuota. kalau enggak laris, minta izin sama ibu guru buat enggak belajar dulu," ujar Evi yang mengaku bersama adiknya telat masuk sekolah itu.
Ketika masih kelas 5 SD, Eva dan Evi lebih sering izin tidak belajar karena kuota internet tidak ada. Mereka juga sering belajar di sekolah.
Namun, nyatanya aplikasi yang diberikan pihak sekolah belum sepenuhnya dimengerti Eva dan Evi.
Evi sempet menceritakan pengalamannya. Saat itu ia baru menyelesaikan tugas yang diberikan guru lewat aplikasi.
Namun, ia dikira tak mengerjakan lantaran Evi tak tahu ada tanda selesai di aplikasi tersebut.
"Kemarin belum tahu ada tanda selesai saat mengerjakan tugas, jadi enggak di-click. Aku dikira enggak mengerjakan padahal aku belum tahu. Akhirnya baru tahu karena diajari bapaknya teman aku," sambung Evi.
Mereka ingin kembali belajar di kelas. Menurut mereka, belajar lewat aplikasi lebih susah.
Sumber Artikel:
Di depan sebuah rumah di Jalan Anggrek Rosliana, Kemanggisan, Jakarta Barat, langkah kaki kedua anak kecil itu terhenti.
Mereka kemudian duduk dan meletakkan satu kantong plastik merah dan satu keranjang berisi kerupuk kulit di tepi jalan itu. Kedua anak itu pun mulai menjajakan dagangannya.
Wajah mereka sesekali tersorot lampu kendaraan yang melintas di hadapannya.
Kedua anak tersebut dengan polos mengaku tidak takut terserempet atau tertabrak kendaraan yang melaju cukup kencang di jalan itu.
Padahal Evi pernah terserempet mobil yang melintas hingga keranjang berisi kerupuk berjatuhan.
Berjualan kerupuk kulit sudah dilakukan mereka sejak lama sekira duduk dibangku kelas tiga Sekolah Dasar (SD). Sebelum sekolah mereka bahkan pernah menjadi pemulung.
Dari rumahnya di Jalan Anggrek Neli Murni, mereka berjalan kaki menuju Jalan Anggrek Rosliana ketika sore berganti malam dan kembali pulang berjalan kaki pukul 23.00 WIB.
Pagi hari biasanya mereka belajar di rumah kemudian siang hari menjaga adiknya.
Menjelang sore, mereka bersiap untuk berjualan kerupuk yang dijual Rp 15 ribu per bungkus di jalanan.
Eva Evi berjualan demi membantu orangtuanya yang berpenghasilan pas-pasan.
Keluarga mereka masih dibelit kemiskinan. Bapak dan ibunya mencari sesuap nasi hanya sebagai penjual minuman di halte.
Itupun demi meraup penghasilan, kedua orangtuanya sering kejar-kejaran dengan petugas satpol pp. Baru-baru ini, cerita Evi, termos dan bangkunya raib disita petugas.
Belum lagi, banyak orang yang utang minuman kepada mereka.
Semenjak belajar di rumah karena pandemi Covid-19, kedua anak kembar itu juga harus bekerja untuk membeli kuota internet demi bisa belajar lewat ponsel.
Sebab, bila tidak ada uang, mereka pasti tidak bisa belajar karena tidak bisa membeli kuota internet.
Keluarga mereka hanya memiliki dua ponsel. Satu ponsel dipegang bapaknya dan lainnya dipegang kakaknya.
Namun, kedua ponsel itu tidak memiliki kuota lantaran belum bisa diisi.
Kedua anak yang kini duduk di bangku kelas 6 SD Kemanggisan 01 tersebut kerapkali tidak mengerjakan tugas lewat aplikasi.
"Kalau lagi laris nanti bisa beli kuota. kalau enggak laris, minta izin sama ibu guru buat enggak belajar dulu," ujar Evi yang mengaku bersama adiknya telat masuk sekolah itu.
Ketika masih kelas 5 SD, Eva dan Evi lebih sering izin tidak belajar karena kuota internet tidak ada. Mereka juga sering belajar di sekolah.
Namun, nyatanya aplikasi yang diberikan pihak sekolah belum sepenuhnya dimengerti Eva dan Evi.
Evi sempet menceritakan pengalamannya. Saat itu ia baru menyelesaikan tugas yang diberikan guru lewat aplikasi.
Namun, ia dikira tak mengerjakan lantaran Evi tak tahu ada tanda selesai di aplikasi tersebut.
"Kemarin belum tahu ada tanda selesai saat mengerjakan tugas, jadi enggak di-click. Aku dikira enggak mengerjakan padahal aku belum tahu. Akhirnya baru tahu karena diajari bapaknya teman aku," sambung Evi.
Mereka ingin kembali belajar di kelas. Menurut mereka, belajar lewat aplikasi lebih susah.
Sumber Artikel:
Belum ada Komentar untuk " Kisah Si Kembar Eva Evi Berjualan Kerupuk Hingga Larut Malam: Demi Beli Paket Data"
Posting Komentar